Tombo Ngantuk


By: Zoom_@re

Matahari turun pelan-pelan dari peraduan, dia ingin beristirahat sejenak setelah memberikan terang, diserahkan tugasnya kepada sang rembulan untuk menerangi bumi dengan pantulan sinarnya. Bintang yang bertaburan tak ketinggalan menjadi penghias petala langit. Sungguh Allah telah mengatur semuanya dengan sangat indah.

Ba’da sholat maghrib kumasuki ruang yang nanti akan dipakai untuk mengaji kitab. Seperti biasa belum ada santri yang datang. Kutata bangku untuk ustadz Jalil dan kutaruh segelas air putih yang telah kupersiapkan dari kamar. Sesaat kemudian Pak Jalil datang, beliau kupersilakan masuk sementara itu kupanggil santri lain agar ikut mengaji. ”Mbak-mbak… pak Jalil Rawuh..” teriakku berulang-ulang dan diikuti koor santri lain yang mendengar teriakanku, agar santri yang merasa diajar oleh Pak Jalil datang.

Saat semua sudah berkumpul, ustadz Jalil mulai membuka dan mengkaji kitab At-tibyan Fi Adabi hamalatil Qur’an. Kami mendengar dan memaknai dengan arab Pegon yang ditulis miring. Sejenak kemudian kurasakan mataku sangat berat. Ngantuk sekali rasanya. Tekluk..tekluk, tanpa sadar kepalaku manggut-manggut. Vina yang duduk disebelahku menjawil pundakku. Mataku kubuka dan di pojok ruangan terlihat mbak Ema dan Yani sedang tersenyum-senyum memandangku. Aku merasa sangat malu apalagi setelah itu dalam penjelasannya, Ustadz Jalil menyindir masalah tidur. Sejenak aku bisa menguasai diri dan mendengar penjelasan Pak Jalil. Tanpa terasa mataku terpejam lagi, ”prakk…” kitab dan pulpenku jatuh, kali ini badanku panas dingin, semua tertawa termasuk Ustadz Jalil, aku hanya menunduk malu. “Mbak Nisa kok dari tadi ngantuk ya..” ustadz Jalil bertanya padaku. Aku hanya diam, teman-temanku masih geli dengan kejadian tadi.

Usai mengaji, kurasakan mataku tidak lagi berat, segar malahan. Teman-temanku memang sudah mengecapku sebagai cah ngantukan, tidak pandang tempat. Di bis, di depan kyai, saat sholat, ah.. apa yang terjadi denganku? Sebenarnya saat aku mengajak teman-teman untuk mengaji ada rasa tidak enak karena pasti nanti saat mengaji aku selalu ngantuk. Terlihat mbak Ema sedang berjalan melewatiku “dasar ngantukan,” ujarnya saat sampai di depanku. Seperti biasa aku diam tidak menanggapi omongannya. Aku sudah biasa mendengar ejekannya. Aku tidak tahu mengapa bisa seperti ini, ngantukan sekali, ibuku dulu ngidam apa ya?

Saat pulang ke rumah, dan ngobrol bersama ibu, beliau banyak menasehatiku tapi apa yang terjadi, aku kadang ngantuk saat mendengar nasehatnya. Ibuku juga heran tapi tak bisa berbuat apa-apa.

* * *

Senin pagi, di dalam bus aku bertemu dengan seorang pemuda, manis orangnya. Dia memperkenalkan diri. Aku sebenarnya tidak begitu menggubris tapi karena sepertinya dia orang baik-baik kutanggapi juga dia. Ternyata dia anak pesantren. Setelah perkenalan itu akhirnya dia sering menelfon dan mengirim SMS, setiap hari pulsaku berkurang hanya untuk dia. Aku sadar dengan kekeliruanku ini, tapi jari ini seakan tidak ingin berhenti memainkan huruf saat mendapat sms darinya. Aku sering melamun, ngantuk pun jarang karena ada yang dipikirkan.

Aku jadi tidak bisa konsentrasi, namun agak senang juga karena setiap mengaji menjadi jarang mengantuk. Teman-temanku heran apa yang bisa membuatku berubah. Kulihat mbak Ema tekluk-tekluk, gantian dia yang sering ngantukan. Itulah, mungkin kemakan omongannya. Semoga ngantuknya cepat hilang, doaku. Aku geli sendiri melihatnya, dan membayangkan saat diriku mengantuk. ”Ternyata aku seperti itu to kalau mengantuk.. wah memalukan memang, apalagi sampai menjatuhkan kitab. Setelah mengaji kuhapus semua SMS dari lelaki yang selalu membuat pikiranku terganggu. Jika seperti ini terus aku tidak akan maju. SMS darinya tidak pernah kubalas, telfonnya pun tak pernah kuangkat. Sebenarnya merasa bersalah juga tapi aku harus bisa mengendalikan diriku. Kubuang jauh-jauh rasa yang pernah mampir dihati ini. Aku ingin belajar sungguh-sungguh.

Malam selasa, seperti biasa aku dan teman-teman mengaji kitab bersama Ustadz Jalil. Kuperhatikan dan kusimak baik-baik. Bismillah semoga ilmuku bermanfaat, niatku dalam hati. Kubersihkan pikiranku darinya walau kadang masih sempat mampir, kalau jodoh ya nanti bersatu kalau tidak ya sudah pikirku.

Sampai akhir, aku tidak merasa ngantuk. Alhamdulillah.

Terimakasih wahai tombo ngantukku telah memberikan kesenangan walau sesaat.

Leave a comment